Siapa yang ingin terlahir dalam kehidupan miskin? Hidup
dibawah tekanan sosial, tuntutan ekonomi yang semakin sulit, bahkan untuk
bergerak kesana – kemari pun terbatas. Jika seorang bayi dapat memilih orang
tua yang ia inginkan, pasti mereka memilih calon orang tua yang dapat
memberikan kesenangan untuk kehidupan mereka nantinya.
IPAH dan JALU adalah sepasang suami isteri yang memiliki
kehidupan yang tak seindah khayalan JALU.
IPAH seorang isteri yang cerewet, banyak tingkah dan tengah mengandung 4 bulan. Tapi dibalik kecerewetannya itu IPAH merupakan sosok yang tak menyerah pada keadaan dan menjadi penopang hidup keluarganya. Sementara JALU hanya seorang suami dengan segudang khayalan yang tak kunjung jadi nyata. Bukannya mencari pekerjaan untuk melanjutkan hidup mereka, JALU malah semakin banyak berkhayal untuk mendapatkan bahagianya kehidupan dengan cara instan.
IPAH seorang isteri yang cerewet, banyak tingkah dan tengah mengandung 4 bulan. Tapi dibalik kecerewetannya itu IPAH merupakan sosok yang tak menyerah pada keadaan dan menjadi penopang hidup keluarganya. Sementara JALU hanya seorang suami dengan segudang khayalan yang tak kunjung jadi nyata. Bukannya mencari pekerjaan untuk melanjutkan hidup mereka, JALU malah semakin banyak berkhayal untuk mendapatkan bahagianya kehidupan dengan cara instan.
![]() | |
| Babas B Noerzaman (Film Director from STSI) |
Kehidupan mereka semakin sulit saat bencana melanda. Hujan
turun dengan deras, banjir mulai menyeret harta benda mereka, yang mereka
miliki hanya jasad dan pakaian yang mereka pakai. Kehidupan mereka sekarang
hanya tinggal impian, kepasrahan mulai terasa. JALU dan IPAH mulai berkhayal
untuk tinggal dibulan. “Makan apa nanti kita dibulan?” Tanya IPAH. “Kita makan
kerupuk” Jawab JALU. Alur kehidupan membawa mereka menyusuri jalan sulit.
LEMBULAN dan MENTALI menjadi saksi perjalanan mereka, menghubungkan masa lalu
saat kedua orangtua IPAH dan JALU tak
mengijinkan mereka, namun cinta mereka akhirnya menyatu juga.
Bagaimanakah akhir perjalanan mereka? Akankah mereka bahagia
di akhir cerita? Apakah anak mereka akan lahir dengan selamat?
Para Pemain :
Para Pemain :
| Sri & Anggi (Ipah & Jalu 1) |
| Dina & Fauzan (Ipah & Jalu 2) |
| Anis & Galih (Emak Jalu & Rama Jalu) |
| Hanun & Abdul (Emak Ipah & Rama Ipah) |
| Adis & Syifa (Rembulan & Mentari) |
Sedikit cuplikan gambar yang diambil saat pertunjukkan berlangsung:
Jalu : Saya melihat melihat harta karun di dasar sumur itu neng Ipah.
Ipah : Jangan mengajakku bermimpi lagi Jalu, saya sudah bosan kamu ajak terus berlama-lama tenggelam dalam mimpi. Menghayal, setiap hari kit menghayal. Bukannya usaha biar mimpi menjadi nyata, Kalau begini terus kita tidak akan maju-maju Jalu.
Jalu : Ipah, perutmu semakin bertambah besar. Mungkin sebentar lagi ia akan lahir dan kita akan punya keturunan.
Ipah : Bayi ini bergerak-gerak terus dari kemarin, pasti dia tidak menemukan makanan di dalam perut saya. Karena saya belum makan apa-apa dari kemarin. Saya akan mencari makan, dan saya akan berbuat apa saja agar bisa mendapatkan sesuap nasi.
Jalu : Jangan nekad Ipah !!!
Ipah : Kita harus nekad jika ingin tetap bertahan hidup, manusia penuh tekad hidupun harus nekad.
Jalu : Biar saya saja yang mencari makan, dan kamu tunggulah disini.
Ipah : Kuno kamu…
Jalu : Kuno ? Suami kerja cari makan untuk isterinya kamu bilang kuno ?
Ipah : Dengar Jalu, kalau kamu mencari makan sendiri dan meninggalkanku disini. Bisa-bisa aku mati kelaparan sebelum kamu kembali pulang. Sudahlah ayo kita cari sama-sama.
Dialog Ipah & Jalu
Jalu : Kamu dengar Ipah ? Saya mendengar langit menangis, meratap sambil merasakan segala kesengsaraan dan kenelangsaan kita.
Ipah : Tidak Jalu, saya mendengar langit tertawa. Ia menertawakan segala penderitaan kita.
Jalu : Iya, saya dengar. Mereka mengeluarkan suara-suara kebencian terhadap kita, seolah-olah kita ini sesuatu yang paling menjijikan.
Terdengar suara pukulan-pukulan yang begitu dahsyat
Koor : Karena kalian miskin. “Entaskan kemiskinan, berantaslah kemiskinan”
Ipah & Jalu : Apa kalian kira kami sengaja memiskinkan diri ? yang jelas kami telah dimiskinkan oleh nasib, oleh kisah dan oleh sang pengatur.
Ipah : Jalu bagaimana kita bisa merawat anak ini.
Jalu : Kita titipkan saja kepanti asuhan Ipah.
Ipah : Mana mau mereka mengasuh anak gembel ini Jalu, mereka juga pasti akan pilih-pilih.
Jalu : Iya Ipah, Bagaimana jika kita menghanyutkannya ke dalam sungai, Ayo kita cari Sungai Ipah.
Ipah & Jalu berjalan perlahan mencari sungai tersebut
Jalu : Gerhana Ipah, ya… sebelum kita hanyutkan bayi ini ke sungai,
mari kita namakan anak kita Gerhana.
Ipah & Jalu : Selamat tinggal dan selamat jalan anakku.
Koor (Wanita-Wanita Hamil)
Sejuta bayi dilahirkan di muka bumi dan sejuta bayi tak lagi bernama bayi tetapi bernama manusia
Kali ini seperti hal-halnya kemarin dan kali-kali esok, manusia berkisah dan ber-ber yang lainnya.
Sejuta bayi dilahirkan di muka bumi dan sejuta bayi tak lagi bernama bayi tetapi bernama manusia
Kali ini seperti hal-halnya kemarin dan kali-kali esok, manusia berkisah dan ber-ber yang lainnya.
| Para Koor |
Dialog Ipah & Jalu
Jalu : Saya melihat melihat harta karun di dasar sumur itu neng Ipah.
Ipah : Jangan mengajakku bermimpi lagi Jalu, saya sudah bosan kamu ajak terus berlama-lama tenggelam dalam mimpi. Menghayal, setiap hari kit menghayal. Bukannya usaha biar mimpi menjadi nyata, Kalau begini terus kita tidak akan maju-maju Jalu.
| Ipah berteriak memanggil suaminya (Jalu... Jalu... Jalu...) |
| Ipah bosan mendengarkan Jalu yang terus berkhayal |
| Pasukan hujan datang |
Dialog Ipah & Jalu
Jalu : Gerimis Ipah, Sebentar lagi
hujan akan turun, Dan kamu lihat Ipah? Kita tidak sedang menunggu atau mencari
datangnya hujan, tapi hujan tetap datang juga. Saya ingin nasib baik kita juga
datang tiba-tiba seperti hujan.
Ipah : Usaha Jalu !!! Jangan ngelantur.
Jalu : Berdo’a Ipah berdo’a !!! Jangan Ngomel.
Ipah : Usaha Jalu !!! Jangan ngelantur.
Jalu : Berdo’a Ipah berdo’a !!! Jangan Ngomel.
| Ipah dan Jalu saat menghadapi bencana yang datang |
Ipah : Jalu… Lihat rumah kita hanyut
karena banjir.
Jalu : Semuanya hanyut, habis segala milik kita Ipah, Jalu sekarang sudah tidak punya apa-apa selain kamu neng Ipah.
Ipah : Nanti malam kita makan apa? Tidur dimana?
Jalu : Jalu juga sedang berpikir Ipah.
Jalu : Semuanya hanyut, habis segala milik kita Ipah, Jalu sekarang sudah tidak punya apa-apa selain kamu neng Ipah.
Ipah : Nanti malam kita makan apa? Tidur dimana?
Jalu : Jalu juga sedang berpikir Ipah.
Ipah : Bukan hanya dipikir Jalu,
tapi dicari. Dengan kita mencari maka banyak pula harapan yang akan kita raih.
Jika kita diam saja maka harapan itu akan membusuk seperti bangkai, sedangkan
sang waktu terus berpacu bagaikan jutaan ekor kuda yang berlari terus tiada
henti.
| Ipah dan Jalu bingung harus tinggal dimana |
Jalu : Bagaimana kalau kita ke
bulan saja Ipah?
Ipah : Makan apa kita disana Jalu?
Jalu : Kita bawa saja kerupuk yang banyak.
Ipah : Kerupuknya habis, kita mati. Tidak Jalu, neng Ipah tidak mau mati konyol dan saya tidak mau kebulan, bulan hanya punya cahaya tapi bulan belum tentu punya harapan. Jangankan dibulan, disini saja kita susah dapat makan, satu-satunya yang dapat kita makan hanyalah air mata kita sendiri.
Ipah : Makan apa kita disana Jalu?
Jalu : Kita bawa saja kerupuk yang banyak.
Ipah : Kerupuknya habis, kita mati. Tidak Jalu, neng Ipah tidak mau mati konyol dan saya tidak mau kebulan, bulan hanya punya cahaya tapi bulan belum tentu punya harapan. Jangankan dibulan, disini saja kita susah dapat makan, satu-satunya yang dapat kita makan hanyalah air mata kita sendiri.
Dialog Emak & Rama
Mendengar namanya dipanggil-panggil Ipah dan Jalu bergegas kembali kerumahnya
Mendengar namanya dipanggil-panggil Ipah dan Jalu bergegas kembali kerumahnya
| Emak & Rama |
Emak & Rama : Sudah berulang kali
saya peringatkan, jangan lagi kamu berhubungan dengan tetangga sebelah kita,
mereka itu bukan level kita. Catat !!! Derajat kita lebih tinggi dibanding
mereka, ibarat gedung MPR dan sikat WC.
| Emak & Rama Memarahi Ipah & Jalu |
Ipah & Jalu : Tapi cinta suci
kami sudah tidak dapat lagi dipisahkan sekalipun oleh ganasnya samudera Hindia
sekalipun, juga tidak dapat dihalangi oleh Tembok Cina. Kami sudah seiring,
sejalan dan seirama. Kesetiaanku terhadapnya tak ada bandingannya bagai sang
Surya menyinari dunia.
| Emak memperingatkan kepada Rama agar anakknya tidak mendekati la |
Dialog Mentari & Rembulan
| Mentari & Rembulan |
Rembulan : Aku berada dimasa
kini ketika mereka sedang asik bercumbu dibawah remang-remang cahayaku.
Mentari : Aku berada dimasa lalu tatkala orang tua mereka sedang asik bercumbu dibawah sinarku yang terang benderang.
Rembulan : Aku segera melanjutkan pengembalaan, carilah aku di masa depan.
Mentari : Pergilah aku akan menyusul.
Mentari : Aku berada dimasa lalu tatkala orang tua mereka sedang asik bercumbu dibawah sinarku yang terang benderang.
Rembulan : Aku segera melanjutkan pengembalaan, carilah aku di masa depan.
Mentari : Pergilah aku akan menyusul.
| Ipah & Jalu terlelap dalam tidur |
Ipah & Jalu : Oh Manisku,
mari kita tidur. Rembulan telah bosan menemani kita, lihatlah ia seolah-olah
melambaikan tangannya dan berkata selamat tidur Ipah, selamat tidur Jalu.
| Jalu melihat perut Ipah yang semakin membesar |
Dialog Ipah & Jalu
| Ipah & Jalu pergi mencari sesuap nasi |
Jalu : Ipah, perutmu semakin bertambah besar. Mungkin sebentar lagi ia akan lahir dan kita akan punya keturunan.
Ipah : Bayi ini bergerak-gerak terus dari kemarin, pasti dia tidak menemukan makanan di dalam perut saya. Karena saya belum makan apa-apa dari kemarin. Saya akan mencari makan, dan saya akan berbuat apa saja agar bisa mendapatkan sesuap nasi.
Jalu : Jangan nekad Ipah !!!
Ipah : Kita harus nekad jika ingin tetap bertahan hidup, manusia penuh tekad hidupun harus nekad.
Jalu : Biar saya saja yang mencari makan, dan kamu tunggulah disini.
Ipah : Kuno kamu…
Jalu : Kuno ? Suami kerja cari makan untuk isterinya kamu bilang kuno ?
Ipah : Dengar Jalu, kalau kamu mencari makan sendiri dan meninggalkanku disini. Bisa-bisa aku mati kelaparan sebelum kamu kembali pulang. Sudahlah ayo kita cari sama-sama.
| Jalu & Ipah mendengar bisikkan suara - suara langit |
| Koor |
Jalu : Kamu dengar Ipah ? Saya mendengar langit menangis, meratap sambil merasakan segala kesengsaraan dan kenelangsaan kita.
Ipah : Tidak Jalu, saya mendengar langit tertawa. Ia menertawakan segala penderitaan kita.
Jalu : Iya, saya dengar. Mereka mengeluarkan suara-suara kebencian terhadap kita, seolah-olah kita ini sesuatu yang paling menjijikan.
Terdengar suara pukulan-pukulan yang begitu dahsyat
Ipah & Jalu : Tolong !!!
Pak camat, pak bupati, pak presiden.
Koor : Percuma saja kalian minta tolong, mereka tidak akan mendengarkan.
Ipah & Jalu : Kenapa kalian memukuli kami ?
Koor : Percuma saja kalian minta tolong, mereka tidak akan mendengarkan.
Ipah & Jalu : Kenapa kalian memukuli kami ?
Koor : Karena kalian miskin. “Entaskan kemiskinan, berantaslah kemiskinan”
Ipah & Jalu : Apa kalian kira kami sengaja memiskinkan diri ? yang jelas kami telah dimiskinkan oleh nasib, oleh kisah dan oleh sang pengatur.
| Para Koor memukuli Ipah & Jalu |
Akhirnya Ipah pun melahirkan dengan bantuan suaminya
| Ipah melahirkan |
| Koor menari, mengiringi kelahiran sang bayi |
Dialog Ipah & Jalu
| Ipah & Jalu mencari sungai |
| Ipah & Jalu menghnyutkan anaknya ke sungai |
Ipah : Jalu bagaimana kita bisa merawat anak ini.
Jalu : Kita titipkan saja kepanti asuhan Ipah.
Ipah : Mana mau mereka mengasuh anak gembel ini Jalu, mereka juga pasti akan pilih-pilih.
Jalu : Iya Ipah, Bagaimana jika kita menghanyutkannya ke dalam sungai, Ayo kita cari Sungai Ipah.
Ipah & Jalu berjalan perlahan mencari sungai tersebut
Jalu : Gerhana Ipah, ya… sebelum kita hanyutkan bayi ini ke sungai,
mari kita namakan anak kita Gerhana.
Ipah & Jalu : Selamat tinggal dan selamat jalan anakku.
Ipah pun berhasil melahirkan anaknya dengan selamat, tetapi karena ekonomi mereka yang tidak mencukupi akhirnya Ipah dan Jalu memutuskan untuk menghanyutkan anaknya ke sungai. Ipah dan Jalu merasa sangat sedih tetapi hanya satu pesan yang mereka ucapkan "Jangan sampai di dunia ini ada Ipah-ipah dan Jalu-jalu yang lainnya"

Tidak ada komentar:
Posting Komentar